BANI UMAYYAH SPANYOL
A. Penaklukan Spanyol dan sejarah
terbentuknya dinasti Umayyah Spanyol
Spanyol/Andalusia di kuasai oleh umat Islam pada zaman
Khalifah Al-Walid (705-715 M) salah seorang khalifah Daulah Umayah yang
berpusat di Damaskus. Bani Umayyah merebut Spanyol dari bangsa Gothia pada masa
khalifah al Walid ibn ‘Abd al Malik (86-96/705-715). Penaklukan Spanyol diawali
dengan pengiriman 500 orang tentara muslim dibawah pimpinan Tarif ibn Malik
pada tahun 91/710. Pengiriman pasukan Tarif dilakukan atas undangan salah satu
raja Gothia Barat, dimana salah satu putri ratu Julian yang sedang belajar di
Toledo (ibu kota Visigoth) telah diperkosa oleh raja Roderick. Karena kemarahan
dan kekecewaannya, umat Islam diminta untuk membantu melawan raja Roderick.
Pasukan Tarifa mendarat di sebuah tempat yang kemudian diberi nama Tarifa.
Ekspedisi ini berhasil, dan Tarifa kembali ke Afrika Utara dengan membawa
banyak Ghanimah. Musa ibn Nushair, Gubernur Jenderal al Maghrib di Afrika Utara
pada masa itu, kemudian mengirimkan 7000 orang tentara di bawah pimpinan Thariq
ibn Ziyad. Ekspedisi II ini mendarat di bukit karang Giblartar (Jabal al
Thariq) pada tahun 92/711. Sehubungan Tentara Gothia yang akan dihadapi
berjumlah 100.000 orang, maka Musa Ibn Nushair menambah pasukan Thariq menjadi
12.000 orang.
Pertempuran pecah di dekat muara
sungai Salado (Lagund Janda) pada bulan Ramadhan 92/19 Juli 711.
Pertempuran ini mengawali kemenangan Thariq dalam pertempuran-pertempuran
berikutnya, sampai akhirnya ibu kota Gothia Barat yang bernama Toledo dapat
direbut pada bulan September tahun itu juga. Bulan Juni 712 Musa ibn Nushair
berangkat ke Andalusia membawa 18.000 orang tentara dan menyerang kota-kota
yang belum ditaklukan oleh Thariq sampai pada bulan Juni tahun berikutnya. Di
kota kecil Talavera Thariq menyerahkan kepemimpinan kepada Musa, dan pada saat
itu pula Musa mengumumkan bahwa Andalusia menjadi bagian dari wilayah kekuasaan
Bani Umayyah yang berpusat di Damaskus. Penaklukan Islam di Andaluisa oleh
Thariq hampir meliputi seluruh wilayah bagiannya, keberhasilannya tidak
terlepas dari bantuan Musa ibn Al Nushair.
Ketika Daulah Bani Umayyah Damaskus runtuh pada tahun
132/750, Andalusia menjadi salah satu provinsi dari Daulah Bani Abbas. Salah
satu pangeran Dinasti Umayyah yang bernama Abd al Rahman ibn Mu’awwuyah, cucu
khalifah Umawiyah kesepuluh Hisyam Ibn Abd al Malik berhasil melarikan diri
dari kejaran-kejaran orang-orang Abbasiyah
setelah runtuhnya pemerintahan Bani Umayyah di Damaskus dan menginjakan
kaki di Spanyol. Atas keberhasilannya meloloskan diri ia diberi gelar al
Dâkhil.
Keberhasilan pemuda 21 tahun itu, merupakan sejarah
menarik dalam sejarah peradaban islam. Dalam pengepungan yang dilakukan oleh
pengikut Abbasyiah, ia berhasil lolos dan bersembunyi dirumah seorang arab
badui ditepi sungai Euffart, akan tetapi para pengepung itu muncul dekat dengan
tempat persenbunyiannya lalu Abdurrahman menceburkan diri kesungai dan selamat
sampai keseberang. Lolos dari pengepungan itu Abdurrahman ke Spanyol setelah
melewati Palestina, Mesir, dan Afrika Utara selama 5 tahun, tetapi ketika di
Afrika Utara ia hampir dibunuh oleh gubernur setempat.
Kedatangan Abdurrahman di bumi Spanyol disambut baik
oleh penduduk di beberapa kota di bagian selatan, dan menjadikannya sebagai
penguasa mereka. Misalnya, Sidona dan Sevilla. Akan tetapi ada juga penguasa
yang tidak menyukai kedatangan abdurrahman yaitu Yusuf ibn Rahman Al-fihri,
gubernur Spanyol (Andalusia) waktu itu. Ketika Abdurrahman dan pengikutnya ke
Cordova. Yusuf al-fihri mempersiapkan pasukannya untuk menghadang Abdurrahman,
dan kedua pasukan ini bertemu di Bakkah.
Pada tahun 138/756 al Dâkhil berhasil menyingkirkan
Yusuf ibn Abd al rahman al Fihri yang menyatakan diri tunduk kepada dinasti
Bani Abbas, dan sejak saat itu ia memporklamirkan bahwa Spanyol lepas dari
kekuasaan Dinasti Bani Abbas. Al Dâkhil memproklamirkan diri sebagai khalifah
dengan gelar amîr al mu’minîn. Sejak saat itulah babak kedua kekuasan
Dinasti Ummayah dimulai. Pemerintahan Bani
Umayyah Spanyol (Bani Umayyah II) merupakan pemerintahan pertama yang
memisahkan diri dari dunia pemerintahan Islam Dinasti Abbasiyah. Pendirinya
adalah Abdurrahman ad Dakhil bin Mu’awiyah bin Hisyam bin Abd Malik al Umawi.
Karena
pengaruhnya semakin besar dan keadaan berada dibawah kendalinya, maka Abu
ja’far al Manshur mengirimkan pasukannya beberapa kali untuk mengalahkan
Abdurrahman. Namun, usahanya untuk mengalahkan Abdurrahman selalu tidak
berhasil. Karena itulah, dia memberinya gelar “Shaqr Quraisy” karena dia sangat
kagum padanya dan akhirnya berhenti memeranginya.
Dengan demikian,
maka dimulailah peradaban Islam baru di Spanyol yang dinamakan Dinasti Umayyah
Spanyol (Umayyah II).
B.
Masa Pemerintahan Bani Umayyah Spanyol
Diantara khalifah -
khalifah Umayyah II yang terkemuka diantaranya:
* Abdurrahman ad Dakhil (755-788 M)
* Abdurrahman ad Dakhil (755-788 M)
* Al Hakam bin Hisyam (796-821 M)
* Abdurrahman ibnul Hakam (821-852 M)
* Muhammad bin Abdurrahman (852-886
M)
* Abdullah bin Muhammad (889-912 M)
* Abdurrahman bin Muhammad (912-961
M)
Al Dâkhil berhasil meletakan sendi dasar yang kokoh
bagi tegaknya Daulah bani Umayyah II di Spanyol. Pusat kekuasan Umayyah di
Spanyol dipusatkan di Cordova sebagai ibu kotanya. Al Dâkhil berkuasa selama 32
tahun, dan selama masa kekuasaannya ia berhasil mengatasi berbagai masalah dan
ancaman, baik pemberontakan dari dalam maupun serangan musuh dari luar.
Ketangguhan al Dâkhil sangat disegani dan ditakuti, karenanya ia dijuliki
sebagai Rajawali Quraisy. Pada masa didirikannya dinasti Umayyah II ini,
umat Islam Spanyol mulai memperoleh kemajuan-kemajuan baik dibidang politik
maupun bidang peradaban. Abd al-Rahman al-Dakhil mendirikan masjid Cordova dan
sekolah-sekolah di kota-kota besar Spanyol. Hisyam dikenal sebagai pembaharu
dalam bidang kemiliteran. Dialah yang memprakarsai tentara bayaran di Spanyol.
Sedangkan Abd al-Rahman al-Ausath dikenal sebagai penguasa yang cinta ilmu.
Pemikiran filsafat juga mulai pada periode ini, terutama di zaman Abdurrahman
al-Ausath. Bani Umayyah II mencapai puncak kejayaannya pada masa al Nashir dan
kekuasaannya masih tetap dapat dipertahankan hingga masa kepemimpinan Hakam II
al Muntashir (350-366/961-976).
Pada pertengahan abad ke-9 stabilitas negara terganggu
dengan munculnya gerakan Kristen fanatik yang mencari kesahidan (Martyrdom).
Gangguan politik yang paling serius pada periode ini datang dari umat Islam
sendiri. Golongan pemberontak di Toledo pada tahun 852 M membentuk negara kota
yang berlangsung selama 80 tahun. Di samping itu sejumlah orang yang tak puas
membangkitkan revolusi. Yang terpenting diantaranya adalah pemberontakan yang
dipimpin oleh Hafshun dan anaknya yang berpusat di pegunungan dekat Malaga.
Sementara itu, perselisihan antara orang-orang Barbar dan orang-orang Arab
masih sering terjadi.
Namun ada yang berpendapat pada masa ini dibagi
menjadi dua yaitu masa ke Amiran (755-912) dan masa ke Khalifahan (912-1013).
Jadi Gelar yang digunakan pada masa dinasti ini adalah Amîr, dan ini tetap
dipertahankan oleh penerusnya sampai awal pemerintahan amir kedelapan Abd al
Rahman III (300-350/912-961). Proklamasi Khilafah Fathimiyyah di Ifriqiyah (297/909,
serta merosotnya kekuatan Daulah Abasiyyah sepeninggal al Mutawakkil
(232-247/847-861) mendorong Abd al rahman III untuk memproklamasikan diri
sebagai khalifah dan bergelar amîr al mu’minîn.
Ia juga menambahkan gelar al Nashir dibelakang namanya mengikuti tradisi
dua khalifah lainnya. Jadi penggunaan khalifah tersebut bermula dari berita
yang sampai kepada Abdurrahman III, bahwa Muktadir, Khalifah daulah Bani Abbas
di Baghdad meninggal dunia dibunuh oleh pengawalnya sendiri. Menurut
penilainnya, keadaan ini menunjukkan bahwa suasana pemerintahan Abbasiyah
sedang berada dalam kemelut. Ia berpendapat bahwa saat ini merupakan saat yang
tepat untuk memakai gelar khalifah yang telah hilang dari kekuasaan Bani
Umayyah selama 150 tahun lebih. Karena itulah gelar ini dipakai mulai tahun 929
M. Khalifah-khalifah besar yang memerintah pada masa ini ada tiga orang yaitu
Abd al-Rahman al-Nasir (912-961 M), Hakam II (961-976 M), dan Hisyam II
(976-1009 M).
Pada periode ini umat Islam Spanyol mencapai puncak kemajuan dan
kejayaan menyaingi kejayaan daulat Abbasiyah di Baghdad. Abd al-Rahman al-Nasir
mendirikan universitas Cordova
Akhirnya pada tahun 1013 M, Dewan Menteri yang memerintah Cordova
menghapuskan jabatan khalifah. Ketika itu Spanyol sudah terpecah dalam banyak
sekali negara kecil yang berpusat di kota-kota tertentu.
Kekuasaan Umayyah mulai menurun setelah al Muntashiru
wafat. Ia digantikan oleh putera mahkota Hisyam II yang beru berusia 10 tahun.
Hisyam II dinobatkan menjadi khalifah dengan gelar al Mu’ayyad. Muhammad
ibn Abi Abi Amir al Qahthani yang merupakan hakim Agung pada masa al Muntashir
berhasil mengambil alih seluruh kekuasaan dan menempatkan khalifah dibawah
pengaruhnya. ia memaklumkan dirinya sebagai al Malik al Manshur Billah
(366-393/976-1003) dan ia terkenal dalam sejarah dengan sebutan Hajib al
Manshur.
Kekuasaan Hakim Agung al Manshur diteruskan oleh Abd
al Malik ibn Muhammad yang bergelar al Malik al Mudhaffar (393-399/1003-1009).
Pada masa selanjutnya al Mudhaffar digantikan oleh Abd al rahman ibn Muhammad
yang bergelar al Malik al Nashir li Dinillah (399/1009) dan sejak saat itu
kestabilan politik Umayyah mulai merosot dengan terjadinya berbegai kemelut di
dalam negeri yang akhirnya meruntuhkan dinasti Umayyah.
Keruntuhan Bani Umyyah diawali dengan pemecatan al
Mu’ayyad sebagai khalifah oleh sejumlah pemuka-pemuka Bani Umayyah. Kemudia
para pemuka tersebut bersedia mengangkat al Nashir sebagai khalifah. Akan
tetapi pada kenyataanya dengan turunnya al Mu’ayyad perebutan kursi khilafah
menjadi tidak bias dihindari. Dalam tempo 22 tahun terjadi 14 kali pergantian
khalifah, yang umumnya melalui kudeta, dan lima orang khalifah diantaranya naik
tahta dua kali. Daulah Umawiyah akhirnya runtuh ketika Khalifah Hisyam III ibn
Muhammad III yang bergelar al Mu’tadhi (418-422/1027-1031) disingkirkan oleh
sekelompok angkatan bersenajata.
C.
Kemajuan
Peradaban Dinasti Umayyah
Dalam masa lebih
dari tujuh abad kekuasaan Islam di Spanyol, umat Islam telah mencapai
kejayaannya di sana. Banyak prestasi yang mereka peroleh, bahkan pengaruhnya
membawa Eropa dan kemudian dunia, kepada kemajuan yang lebih kompleks. Diantara
kemajuan tersebut diantaranya:
1.
Kemajuan
Intelektual
Masyarakat Spanyol Islam merupakan
masyarakat majemuk yang terdiri dari komunitas-komunitas Arab (Utara dan
Selatan), al-Muwalladun (orang-orang Spanyol yang masuk Islam), Barbar (umat
Islam yang berasal dari Afrika Utara), al-Shaqalibah (penduduk daerah antara
Konstantinopel dan Bulgaria yang menjadi tawanan Jerman dan dijual kepada
penguasa Islam untuk dijadikan tentara bayaran), Yahudi, Kristen Muzareb yang
berbudaya Arab dan Kristen yang masih menentang kehadiran Islam. Semua
komunitas itu, kecuali yang terakhir, memberikan saham intelektual terhadap
terbentuknya lingkungan budaya Andalus yang melahirkan kebangkitan ilmiah,
sastra, dan pembangunan fisik di Spanyo. Perkembangan tersebut meliputi:
A. Filsafat.
Islam di Spanyol telah mencatat satu
lembaran budaya yang sangat brilian dalam bentangan sejarah Islam. Ia berperan
sebagai jembatan penyeberangan yang dilalui ilmu pengetahuan Yunani-Arab ke
Eropa pada abad ke-12. minat terhadap filsafat dan ilmu pengetahuan mulai
dikembangkan pada abad ke-9 M selama pemerintahan penguasa Bani Umayyah yang
ke-5, Muhammad ibn Abd al-Rahman (832-886 M).
Tokoh utama pertama dalam sejarah
filsafat Arab-Spanyol adalah Abu Bakr Muhammad ibn al-Sayigh yang lebih dikenal
dengan Ibn Bajjah. Tokoh utama yang kedua adalah Abu Bakr ibn Thufail, penduduk
asli Wadi Asa, sebuah dusun kecil di sebelah timur Granada dan wafat pada usia
lanjut tahun 1185 M.
Bagian akhir abad ke-12 M menjadi saksi munculnya seorang pengikut Aristoteles yang terbesar di gelanggang filsafat dalam Islam, yaitu Rusyd dari Cordova. la lahir tahun 1126 M dan meninggal tahun 1198 M. Ciri khasnya adalah kecermatan dalam menafsirkan naskah-naskah Aristoteles dan kehati-hatian dalam menggeluti masalah-masalah menahun tentang keserasian filsafat dan agama.
Bagian akhir abad ke-12 M menjadi saksi munculnya seorang pengikut Aristoteles yang terbesar di gelanggang filsafat dalam Islam, yaitu Rusyd dari Cordova. la lahir tahun 1126 M dan meninggal tahun 1198 M. Ciri khasnya adalah kecermatan dalam menafsirkan naskah-naskah Aristoteles dan kehati-hatian dalam menggeluti masalah-masalah menahun tentang keserasian filsafat dan agama.
Pada abad ke 12 diterjemahkan buku
Al-Qanun karya Ibnu Sina (Avicenne) mengenai kedokteran. Diahir abad ke-13
diterjemahkan pula buku Al-Hawi karya Razi yang lebih luas dan lebih tebal dari
Al-Qanun. Ibnu Rusyd memiliki sikap realisme, rasionalisme, positivisme
ilmiah Aristotelian. Sikap skeptis terhadap mistisisme adalah basis di mana ia
menyerang filsafat Al-Ghazali.
B. Sains.
Abbas ibn Farnas termasyhur dalam
ilmu kimia dan astronomi. Ialah orang pertama yang menemukan pembuatan kaca
dari batu. Ibrahim ibn Yahya Al-Naqqash terkenal dalam ilmu astronomi. la dapat
menentukan waktu terjadinya gerhana matahari dan menentukan berapa lamanya. la
juga berhasil membuat teropong modern yang dapat menentukan jarak antara tata
surya dan bintang-bintang. Ahmad ibn Ibas dari Cordova adalah ahli dalam bidang
obat-obatan. Umm Al-Hasan bint Abi Ja’far dan saudara perempuan Al-Hafidz
adalah dua orang ahli kedokteran dari kalangan wanita. Dan Fisika. Kitab
Mizanul Hikmah (The Scale of Wisdom), ditulis oleh Abdul Rahman al-Khazini pada
tahun 1121, adalah satu karya fundamental dalam ilmu fisika di Abad
Pertengahan, mewujudkan “tabel berat jenis benda cair dan padat dan berbagai
teori dan kenyataan yang berhubungan dengan fisika.
Dalam bidang sejarah dan geografi, wilayah Islam
bagian barat melahirkan banyak pemikir terkenal. Ibn Jubair dari Valencia
(1145-1228 M) menulis tentang negeri-negeri muslim Mediterania dan Sicilia dan
Ibn Bathuthah dari Tangier (1304-1377 M) mencapai Samudra Pasai dan Cina. Ibn
Khaldun (1317-1374 M) menyusun riwayat Granada, sedangkan Ibn Khaldun dart Tum
adalah perumus filsafat sejarah. Semua sejarawan di atas bertempat tinggal di
Spanyol yang kemudian pindah ke Afrika.
C. Fiqih.
Dalam bidang fikih, Spanyol dikenal
sebagai penganut mazhab Maliki. Yang memperkenalkan mazhab ini disana adalah
Ziyad ibn Abd al-Rahman. Perkembangan selanjutnya ditentukan oleh Ibn Yahya
yang menjadi qadhi pad masa Hisyam ibn Abd al-Rahman. Ahli-ahli fikih lainnya
yaitu Abu Bakr ibn al-Quthiyah, Munzir ibn Sa’id al-Baluthi dan Ibn Hazm yang
terkenal.
D. Musik dan
Kesenian.
Seni musik Andalusia berkembang
dengan datangnya Hasan ibn Nafi’ yang lebih dikenal dengan panggilan Ziryab. Ia
adalah seorang maula dari Irak, murid Ishaq al Maushuli seorang musisi dan biduan
kenamaan di istana Harun al Rasyid. Ziryab tiba di Cordova pada tahun pertama
pemerintahan Abd al Rahman II al Autsath. Keahliannya dalam seni musik dan
tarik suara berpengaruh hingga masa sekarang. Hasan ibn Nafi’ dianggap sebagai
peketak pertama dasar dari musik Spanyol modern. Ialah yang memperkenalkan
notasi do-re-mi-fa-so-la-si. Notasi tersebut berasal dari huruf Arab.
Studi-studi musikal Islam, seperti telah diprakarsai oleh para teoritikus
al-Kindi, Avicenna dan Farabi, telah diterjemahkan ke bahasa Hebrew dan Latin
sampai periode pencerahan Eropa. Banyak penulis-penulis dan musikolog Barat
setelah tahun 1200, Gundi Salvus, Robert Kilwardi, Ramon Lull, Adam de Fulda,
dan George Reish dan Iain-lain, menunjuk kepada terjemahan Latin dari tulisan-tulisan
musikal Farabi. Dua bukunya yang paling sering disebut adalah De Scientiis dan
De Ortu Scientiarum.
E. Bahasa dan
Sastra.
Bahasa Arab telah menjadi bahasa
administrasi dalam pemerintahan Islam di Spanyol. Hal itu dapat diterima oleh
orang-orang Islam dan non-Islam. Bahkan, penduduk asli Spanyol menomor duakan
bahasa asli mereka. Mereka juga banyak yang ahli dan mahir dalam bahasa Arab,
baik keterampilan berbicara maupun tata bahasa. Mereka itu antara lain: Ibn
Sayyidih, Ibn Malik pengarang Alfiyah, Ibn Khuruf, Ibn Al-Hajj, Abu Ali
Al-Isybili, Abu Al-Hasan Ibn Usfur, dan Abu Hayyan Al-Gharnathi.
Pada permulaan abad IX M bahasa Arab sudah menjadi
bahasa resmi di Andalusia. Pada waktu itu seorang pendeta dari Sevilla
menerjemahkan Taurat kedalam bahasa Arab, karena hanya bahasa Arab yang dapat
dimengerti oleh murid-muridnya untuk memahami kitab suci agama mereka. Hal
seperti itu terjadi pula di Cordova dan Toledo. Menurut al Siba’i pada saat itu
tidak jarang dari penduduk setempat yang beragama Nashrani lebih fasih
berbahasa Arab daripada (sebagian) bangsa Arab sendiri.
2. Faktor-Faktor Pendukung Kemajuan
Islam Spanyol, kemajuannya sangat
ditentukan oleh adanya penguasa-penguasa yang kuat dan berwibawa, yang mampu
mempersatukan kekuatan-kekuatan umat Islam, seperti Abd al-Rahman al-Dakhil,
Abd al-Rahman al-Wasith dan Abd al-Rahman al-Nashir.
Toleransi beragama ditegakkan oleh
para penguasa terhadap penganut agama Kristen dan Yahudi, sehingga, mereka ikut
berpartisipasi mewujudkan peradaban Arab Islam di Spanyol. Untuk orang Kristen,
sebagaimana juga orang-orang Yahudi, disediakan hakim khusus yang menangani
masalah sesuai dengan ajaran agama mereka masing-masing.
Masyarakat Spanyol Islam merupakan
masyarakat majemuk, terdiri dari berbagai komunitas, baik agama maupun bangsa.
Dengan ditegakkannya toleransi beragama, komunitas-komunitas itu dapat bekerja
sama dan menyumbangkan kelebihannya masing-masing.
Meskipun ada
persaingan yang sengit antara Abbasiyah di Baghdad dan Umayyah di Spanyol,
hubungan budaya dari Timur dan Barat tidak selalu berupa peperangan. Sejak abad
ke-11 M dan seterusnya, banyak sarjana mengadakan perjalanan dari ujung barat
wilayah Islam ke ujung timur, sambil membawa buku-buku dan gagasan-gagasan. Hal
ini menunjukkan bahwa, meskipun umat Islam terpecah dalam beberapa kesatuan
politik, terdapat api yang disebut kesatuan budaya dunia Islam.
D.
Runtuhnya
Dinasti Bani Umayyah Spanyol (Cordova)
1. Konflik
Islam dengan Kristen
Para penguasa Muslim tidak melakukan
Islamisasi secara sempurna. Mereka sudah merasa puas dengan hanya menagih upeti
dari kerajaan-kerajaan Kristen taklukannya dan membiarkan mereka mempertahankan
hukum dan adat mereka, termasuk posisi hirarki tradisional, asal tidak ada
perlawanan bersenjata.38 Namun demikian, kehadiran Arab Islam telah memperkuat
rasa kebangsaan orang-orang Spanyol Kristen. Hal itu menyebabkan kehidupan
negara Islam di Spanyol tidak pernah berhenti dari pertentangan antara Islam
dan Kristen. Pada abad ke-11 M umat Kristen memperoleh kemajuan pesat,
sementara umat Islam sedang mengalami kemunduran.
2. Tidak Adanya
Ideologi Pemersatu
Kalau di tempat-tempat lain, para
mukalaf diperlakukan sebagai orang Islam yang sederajat, di Spanyol,
sebagaimana politik yang dijalankan Bani Umayyah di Damaskus, orang-orang Arab
tidak pernah menerima orang-orang pribumi. Setidak-tidaknya sampai abad ke-10
M, mereka masih memberi istilah ‘ibad dan muwalladun kepada para mukalaf itu,
suatu ungkapan yang dinilai merendahkan. Akibatnya, kelompok-kelompok etnis non-Arab
yang ada sering menggerogoti dan merusak perdamaian. Hal itu mendatangkan
dampak besar terhadap sejarah sosio-ekonomi negeri tersebut. Hal ini
menunjukkan tidak adanya ideologi yang dapat memberi makna persatuan, di
samping kurangnya figur yang dapat menjadi personifikasi ideologi itu.
3. Kesulitan
Ekonomi
Di paruh kedua masa Islam di
Spanyol, para penguasa membangun kota dan mengembangkan ilmu pengetahuan dengan
sangat “serius”, sehingga lalai membina perekonomian. Akibatnya timbul
kesulitan ekonomi yang amat memberatkan dan mempengaruhi kondisi politik dan
militer.
4. Tidak
Jelasnya Sistem Peralihan Kekuasaan
Hal ini menyebabkan perebutan
kekuasaan di antara ahli waris. Bahkan, karena inilah kekuasaan Bani Umayyah
runtuh dan Muluk Al-Thawaif muncul. Granada yang merupakan pusat kekuasaan
Islam terakhir di Spanyol jatuh ke tangan Ferdinand dan Isabella, di antaranya
juga disebabkan permasalahan ini.
5. Keterpencilan
Spanyol Islam bagaikan terpencil
dari dunia Islam yang lain. la selalu berjuang sendirian, tanpa mendapat
bantuan kecuali dan Afrika Utara. Dengan demikian, tidak ada kekuatan
alternatif yang mampu membendung kebangkitan Kristen di sana.
E.
Pengaruh
Peradaban Islam Di Eropa
Spanyol merupakan tempat yang paling
utama bagi Eropa menyerap peradaban Islam, baik dalam bentuk hubungan politik,
sosial, maupun perekonomian, dan peradaban antar negara. Orang-orang Eropa
menyaksikan kenyataan bahwa Spanyol berada di bawah kekuasaan Islam jauh
meninggalkan negara-negara tetangganya Eropa, terutama dalam bidang pemikiran
dan sains di samping bangunan fisik. Berawal dari gerakan Averroeisme inilah di
Eropa kemudian lahir reformasi pada abad ke-16 M dan rasionalisme pada abad
ke-17 M.
Pengaruh peradaban Islam, termasuk
di dalamnya pemikiran Ibn Rusyd, ke Eropa berawal dari banyaknya pemuda-pemuda
Kristen Eropa yang belajar di universitas-universitas Islam di Spanyol, seperti
universitas Cordova, Seville, Malaga, Granada, dan Salamanca. Selama belajar di
Spanyol, mereka aktif menerjemahkan buku-buku karya ilmuwan-ilmuwan Muslim.
Pusat penerjemahan itu adalah Toledo. Setelah pulang ke negerinya, mereka
mendirikan sekolah dan universitas yang sama. Universitas pertama eropa adalah
Universitas Paris yang didirikan pada tahun 1231 M tiga puluh tahun setelah
wafatnya Ibn Rusyd. Di akhir zaman Pertengahan Eropa, baru berdiri 18 buah
universitas. Di dalam universitas-universitas itu, ilmu yang mereka peroleh
dari universitas-universitas Islam diajarkan, seperti ilmu kedokteran, ilmu
pasti, dan filsafat. Pemikiran filsafat yang paling banyak dipelajari adalah
pemikiran Al-Farabi, Ibn Sina dan Ibn Rusyd.
Pengaruh ilmu pengetahuan Islam atas
Eropa yang sudah berlangsung sejak abad ke-12 M itu menimbulkan gerakan
kebangkitan kembali (renaissance) pusaka Yunani di Eropa pada abad ke-14 M.
Berkembangnya pemikiran Yunani di Eropa kali ini adalah melalui
terjemahan-terjemahan Arab yang dipelajari dan kemudian diterjemahkan kembali
ke dalam bahasa Latin.
PERKEMBANGAN DI EROPA
A. Masuknya
Islam ke Eropa
Dalam
sejarah ilmu pengetahuan dan peradaban Islam, tanah Spanyol lebih banyak
dikenal dengan nama Andalusia, yang diambil dari sebutan tanah Semenanjung
Liberia. Julukan Andalusia ini berasal dari kata Vandalusia, yang artinya
negeri bangsa Vandal, karena bagian selatan Semenanjung ini pernah dikuasai
oleh bangsa Vandal sebelum mereka dikalahkan oleh bangsa Gothia Barat pada abad
V. Daerah ini dikuasai oleh Islam setelah penguasa Bani Umayah merebut tanah
Semenanjung ini dari bangsa Gothi Barat pada masa Khalifah Al-Walid ibn Abdul
Malik.
Islam masuk
ke Spanyol (Cordova) pada tahun 93 H (711 M) melalui jalur Afrika Utara di
bawah pimpinan Tariq bin Ziyad yang memimpin angkatan perang Islam untuk
membuka Andalusia.
Sebelum
penaklukan Spanyol, umat Islam telah menguasai Afrika Utara dan menjadikannya
sebagai salah satu provinsi dari Dinasti Bani Umayyah. Penguasaan sepenuhnya
atas Afrika Utara itu terjadi di zaman Khalifah Abdul Malik (685-705 M).
Khalifah Abdul Malik mengangkat Hasan ibn Nu’man al-Ghassani menjadi gubernur
di daerah itu. Pada masa Khalifah Al-Walid, Hasan ibn Nu’man sudah digantikan
oleh Musa ibn Nushair. Di zaman Al-Walid itu, Musa ibn Nushair memperluas
wilayah kekuasaannya dengan menduduki Aljazair dan Maroko. Penaklukan atas wilayah
Afrika Utara itu dari pertama kali dikalahkan sampai menjadi salah satu
provinsi dari Khalifah Bani Umayah memakan waktu selama 53 tahun, yaitu mulai
tahun 30 H (masa pemerintahan Muawiyah ibn Abi Sufyan) sampai tahun 83 H (masa
al-Walid). Sebelum dikalahkan dan kemudian dikuasai Islam, di kawasan ini
terdapat kantung-kantung yang menjadi basis kekuasaan Kerajaan Romawi, yaitu
Kerajaan Gotik.
Dalam proses
penaklukan Spanyol terdapat tiga pahlawan Islam yang dapat dikatakan paling
berjasa memimpin satuan-satuan pasukan ke sana. Mereka adalah Tharif ibn Malik,
Thariq ibn Ziyad, dan Musa ibn Nushair. Tharif dapat disebut sebagai perintis
dan penyelidik. Ia menyeberangi selat yang berada di antara Maroko dan benua
Eropa itu dengan satu pasukan perang lima ratus orang di antaranya adalah
tentara berkuda, mereka menaiki empat buah kapal yang disediakan oleh Julian.
Ia menang dan kembali ke Afrika Utara membawa harta rampasan yang tidak sedikit
jumlahnya. Didorong oleh keberhasilan Tharif ibn Malik dan kemelut yang terjadi
dalam tubuh kerajaan Visigothic yang berkuasa di Spanyol pada saat itu, serta
dorongan yang besar untuk memperoleh harta rampasan perang, Musa ibn
Nushair pada tahun 711 M mengirim pasukan ke Spanyol sebanyak 7000 orang di bawah
pimpinan Thariq ibn Ziyad.
Thariq ibn
Ziyad lebih banyak dikenal sebagai penaklukan Spanyol karena pasukannya lebih
besar dan hasilnya lebih nyata. Pasukannya terdiri dari sebagian besar suku
Barbar yang didukung oleh Musa ibn Nushair dan sebagian lagi orang Arab yang dikirim
Khalifah al-Walid. Pasukan itu kemudian menyeberangi selat di bawah pimpinan
Thariq ibn Ziyad. Sebuah gunung tempat pertama kali Thariq dan pasukannya
mendarat dan menyiapkan pasukannya, dikenal dengan nama Gibraltar (Jabal
Thariq). Dengan dikuasainya daerah ini, maka terbukalah pintu secara luas untuk
memasuki Spanyol. Dalam pertempuran di Bakkah, Raja Roderick dapat dikalahkan.
Dari situ Thariq dan pasukannya menaklukkan kota-kota penting seperti Cordova,
Granada dan Toledo (Ibu kota kerajaan Goth saat itu). Sebelum menaklukkan
kota Toledo, Thariq meminta tambahan pasukan kepada Musa ibn Nushair di Afrika
Utara. Lalu dikirimlah 5000 personil, sehingga jumlah pasukan Thariq 12000
orang. Jumlah ini tidak sebanding dengan pasukan ghothic yang berjumlah 25.000
orang.
Kemenangan
pertama yang dicapai oleh Thariq ibn Ziyad membuka jalan untuk penaklukan
wilayah yang lebih luas lagi. Musa bin Nushair pun melibatkan diri untuk
membantu perjuangan Thariq. Selanjutnya, keduanya berhasil menguasai seluruh
kota penting di Spanyol, termasuk bagian utaranya mulai dari Saragosa sampai
Navarre.
Gelombang
perluasan wilayah berikutnya muncul pada masa pemerintahan Khalifah Umar ibn
Abdil Aziz tahun 99 H/717 M, dengan sasarannya menguasai daerah sekitar
pegunungan Pyrenia dan Prancis Selatan. Gelombang kedua terbesar dari
penyerbuan kaum muslimin yang geraknya dimulai pada permulaan abad ke-8 M
ini, telah menjangkau seluruh Spanyol dan melebar jauh ke Prancis Tengah dan
bagian-bagian penting dari Italia.
Kemenangan-kemenangan
yang dicapai umat Islam nampak begitu mudah. Hal itu tidak dapat dipisahkan
dari adanya faktor eksternal dan internal.
Yang
dimaksud dengan faktor eksternal adalah suatu kondisi yang terdapat di dalam
negeri Spanyol sendiri. Pada masa penaklukan Spanyol oleh orang-orang Islam,
kondisi sosial, politik, dan ekonomi negeri ini berada dalam keadaan
menyedihkan. Secara politik, wilayah Spanyol terkoyak-koyak dan terbagi-bagi ke
dalam beberapa negeri kecil. Bersamaan dengan itu, penguasa Gothic bersikap tidak
toleran terhadap aliran agama yang dianut oleh penguasa, yaitu aliran
Monofisit, apalagi terhadap penganut agama lain, Yahudi. Penganut agama Yahudi
yang merupakan bagian terbesar dari penduduk Spanyol dipaksa dibaptis menurut
agama Kristen. Yang tidak bersedia disiksa dan dibunuh secara brutal. Rakyat
dibagi-bagi ke dalam sistem kelas, sehingga, keadaannya diliputi oleh
kemelaratan, ketertindasan, dan ketiadaan persamaan hak. Di dalam situasi
seperti itu, kaum tertindas menanti kedatangan juru pembebas dan juru
pembebasnya mereka temukan dari orang Islam. Berkenaan dengan itu, Ameer Ali,
seperti dikutip oleh Imamuddin mengatakan, ketika Afrika (Timur dan Barat)
menikmati kenyamanan dalam segi material, kebersamaan, keadilan, dan
kesejahteraan tetangganya di jazirah Spanyol berada dalam keadaan menyedihkan
di bawah kekuasaan tangan resi penguasa Visighotic. Di sisi lain, kerajaan
berada dalam kemelut yang membawa akibat pada penderitaan masyarakat. akibat
perlakuan yang keji, koloni-koloni Yahudi yang penting menjadi tempat-tempat
perlawanan dan pemberontakan. Perpecahan dalam negeri Spanyol ini banyak
membantu keberhasilan campur tangan Islam di tahun 711 M. Perpecahan itu amat
banyak coraknya dan sudah ada jauh sebelum kerajaan Gothic berdiri.
Perpecahan politik
memperburuk keadaan ekonomi masyarakat. Ketika Islam masuk ke Spanyol, ekonomi
masyarakat dalam keadaan lumpuh. Padahal, sewaktu Spanyol berada di bawah
pemerintahan Romawi, berkat kesuburan tanahnya, pertanian maju pesat. Demikian
juga pertambangan, industri, dan perdagangan karena didukung oleh sarana
transportasi yang baik. Akan tetapi, setelah Spanyol berada di bawah kekuasaan
kerajaan Goth, perekonomian lumpuh dan kesejahteraan masyarakat menurun.
Hektaran tanah dibiarkan terlantar tanpa digarap, beberapa pabrik ditutup, dan
antara satu daerah dengan daerah lain sulit dilalui akibat jalan-jalan tidak
mendapat perawatan.
Buruknya
kondisi sosial, ekonomi, dan keagamaan tersebut terutama disebabkan oleh
keadaan politik yang kacau. Kondisi terburuk terjadi pada masa pemerintahan
Raja Roderick, Raja Goth terakhir yang dikalahkan Islam.
Awal
kehancuran kerajaan Ghot adalah ketika Raja Roderick memindahkan ibu kota
negaranya dari Sevilla ke Toledo, sementara Witiza, yang saat itu menjadi
penguasa atas wilayah Toledo, diberhentikan begitu saja. Keadaan ini memancing
amarah dari Oppas dan Achila, kakak, dan anak Witiza. Keduanya kemudian bangkit
menghimpun kekuatan untuk menjatuhkan Roderick. Mereka pergi ke Afrika Utara
dan bergabung dengan kaum muslimin. Sementara itu, terjadi pula konflik antara
Roderick dengan Ratu Julian, mantan penguasa wilayah Septah. Julian juga
bergabung dengan kaum Muslimin di Afrika Utara dan mendukung usaha umat Islam
untuk menguasai Spanyol. Julian bahkan memberikan pinjaman empat buah kapal
yang dipakai oleh Tharif, Tariq, dan Musa.
Hal
menguntungkan tentara Islam lainnya adalah tentara Roderick yang terdiri dari
para budak yang tertindas tidak lagi mempunyai semangat perang. Selain itu,
orang Yahudi yang selama ini tertekan juga mengadakan persekutuan dan
memberikan bantuan bagi perjuangan kaum Muslimin.
Adapun yang
dimaksud dengan faktor internal adalah suatu kondisi yang terdapat dalam tubuh
penguasa, tokoh-tokoh pejuang, dan para prajurit Islam yang terlibat dalam
penaklukan wilayah Spanyol pada khususnya. Para pemimpin adalah tokoh-tokoh
yang kuat, tentaranya kompak, bersatu, dan penuh percaya diri. Mereka pun
cakap, berani, dan tabah dalam menghadapi setiap persoalan. Yang tak kalah
pentingnya adalah ajaran Islam yang ditunjukkan para tentara Islam, yaitu
toleransi, persaudaraan, dan tolong menolong. Sikap toleransi agama dan
persaudaraan yang terdapat dalam pribadi kaum Muslimin itu menyebabkan penduduk
Spanyol menyambut kehadiran Islam di sana.
B.
Perkembangan Islam di Spanyol
Sejak
pertama kali Islam menginjakkan kakinya ditanah Spanyol hingga jatuhnyua
kerajaan Islam terakhir di sana sekitar tujuh setengan abad lamanya, Islam
memainkan peranan yang besar, baik dalam bidang kemajuan intelektual (filsafat,
sains, fikih, musik dan kesenian, bahasa dan sastra), kemegahan bangunan fisik
(Cordova dan Granada). Sejarah panjang yang dilalui umat Islam di Spanyol itu
dapat dibagi menjadi enam periode yaitu :
1. Periode
Pertama (711-755 M)
Pada periode
ini, Spanyol berada di bawah pemerintahan para wali yang diangkat oleh Khalifah
Bani Umayah yang terpusat di Damaskus. Pada periode ini stabilitas politik
negeri Spanyol belum tercapai secara sempurna, gangguan-gangguan masih terjadi,
baik dari dalam maupun dari luar. Gangguan dari dalam antara lain berupa
perselisihan di antara elite penguasa, terutama akibat perbedaan etnis dan
golongan. Di samping itu, terdapat perbedaan pandangan antara Khalifah di
Damaskus dan gubernur Afrika Utara yang berpusat di Khairawan. Masing-masing
mengaku bahwa merekalah yang paling berhak menguasai daerah Spanyol ini. Oleh
karena itu, terjadi dua puluh kali pergantian wali (gubernur) Spanyol dalam
jangka waktu yang amat singkat. Perbedaan pandangan politik itu menyebabkan
seringnya terjadi perang saudara. Hal ini ada hubungannya dengan perbedaan
etnis, terutama antara Barbar asal Afrika Utara dan Arab. Di dalam etnis Arab
sendiri terdapat dua golongan yang terus-menerus bersaing yaitu suku Qaisy
(Arab Utara) dan Arab Yamani (Arab Selatan). Perbedaan etnis ini sering kali
menimbulkan konflik politik, terutama ketika tidak ada figur yang tangguh.
Itulah sebabnya di Spanyol pada saat itu tidak ada gubernur yang mampu
mempertahankan kekuasaannya untuk jangka waktu yang agak lama.[21] Periode ini
berakhir dengan datangnya Abdurrahman Al-Dakhil ke Spanyol pada tahun 138 H/755
M.
2. Periode
Kedua (755-912 M)
Pada periode
ini, Spanyol berada di bawah pemerintahan seorang yang bergelar amir (panglima
atau gubernur) tetapi tidak tunduk kepada pusat pemerintahan Islam, yang ketika
itu dipegang oleh Khalifah Abbasiyah di Baghdad. Amir pertama adalah
Abdurrahman I yang memasuki Spanyol tahun 138 H/755 M dan diberi gelar
Al-Dakhil (yang masuk ke Spanyol). Ia berhasil mendirikan dinasti Bani Umayah
di Spanyol. Penguasa-penguasa Spanyol pada periode ini adalah Abdurrahman
Al-Dakhil, Hisyam I, Hakam I, Abdurrahman Al-Ausath, Muhammad ibn Abdurrahman,
Munzir ibn Muhammad, dan Abdullah ibn Muhammad.
Pada periode
ini, umat Islam Spanyol mulai memperoleh kemajuan-kemajuan baik di bidang
politik maupun bidang peradaban. Abdurrahman Al-Dakhil mendirikan masjid
Cordova dan sekolah-sekolah di kota-kota besar Spanyol. Hisyam dikenal sebagai
pembaharu dalam bidang kemiliteran. Dialah yang memprakarsai tentara bayaran di
Spanyol. Sedangkan Abdul Rahman Al-Ausath dikenal sebagai penguasa yang cinta
ilmu. Pemikiran filsafat juga mulai pada periode ini, terutama di zaman
Abdurrahman Al-Ausath.
Pada
pertengahan abad ke-9 stabilitas negara terganggu dengan munculnya gerakan
Kristen fanatik yang mencari kesahidan (Martyrdom). Gangguan politik yang
paling serius pada periode ini datang dari umat Islam sendiri. Golongan
pemberontak di Toledo pada tahun 852 M membentuk negara kota yang berlangsung
selama 80 tahun. Di samping itu sejumlah orang yang tak puas membangkitkan
revolusi. Yang terpenting diantaranya adalah pemberontakan yang dipimpin oleh
Hafshun dan anaknya yang berpusat di pegunungan dekat Malaga. Sementara itu,
perselisihan antara orang-orang Barbar dan orang-orang Arab masih sering terjadi.
Ada yang
berpendapat pada periode ini dibagi menjadi dua yaitu masa Ke Amiran (755-912)
dan masa ke Khalifahan (912-1013).
3. Periode
Ketiga (912-1013 M)
Periode ini
berlangsung mulai dari pemerintahan Abdurrahman III yang bergelar “An-Nasir”
sampai munculnya “raja-raja kelompok” yang dikenal dengan sebutan Muluk
Al-Thawaif. Pada periode ini Spanyol diperintah oleh penguasa dengan gelar
Khalifah, penggunaan khalifah tersebut bermula dari berita yang sampai kepada
Abdurrahman III, bahwa Muktadir, Khalifah daulah Bani Abbas di Baghdad
meninggal dunia dibunuh oleh pengawalnya sendiri. Menurut penilainnya, keadaan
ini menunjukkan bahwa suasana pemerintahan Abbasiyah sedang berada dalam
kemelut. Ia berpendapat bahwa saat ini merupakan saat yang tepat untuk memakai
gelar khalifah yang telah hilang dari kekuasaan Bani Umayyah selama 150 tahun
lebih. Karena itulah gelar ini dipakai mulai tahun 929 M. Khalifah-khalifah
besar yang memerintah pada periode ini ada tiga orang yaitu Abdurrahman
Al-Nasir (912-961 M), Hakam II (961-976 M), dan Hisyam II (976-1009 M).
Pada periode
ini umat Islam Spanyol mencapai puncak kemajuan dan kejayaan menyaingi kejayaan
daulat Abbasiyah di Baghdad. Abdurrahman Al-Nasir mendirikan universitas
Cordova. Ia mendahului Al-Azhar Kairo dan Nizhamiyah Baghdad, juga menarik
minat para siswa, Kristen dan Muslim, tidak hanya di Spanyol tetapi juga dari
wilayah-wilayah lain di Eropa, Afrika dan Asia.
Akhirnya
pada tahun 1013 M, Dewan Menteri yang memerintah Cordova menghapuskan jabatan
khalifah. Ketika itu Spanyol sudah terpecah dalam banyak sekali negara kecil
yang berpusat di kota-kota tertentu.
4. Periode
Keempat (1013-1086 M)
Pada periode
ini, Spanyol terpecah menjadi lebih dari tiga puluh negara kecil di bawah
pemerintahan raja-raja golongan atau Al-Mulukuth Thawaif yang berpusat di suatu
kota seperti Seville, Cordova, Toledo dan sebagainya. Yang terbesar diantaranya
adalah Abbadiyah di Sevilla. Pada periode ini umat Islam memasuki masa
pertikaian intern. Ironisnya, kalau terjadi perang saudara, ada di antara
pihak-pihak yang bertikai itu yang meminta bantuan kepada raja-raja Kristen.
Melihat kelemahan dan kekacauan yang menimpa keadaan politik Islam itu, untuk
pertama kalinya orang-orang Kristen pada periode ini mulai mengambil inisiatif
penyerangan. Meskipun kehidupan politik tidak stabil, namun kehidupan
intelektual terus berkembang pada periode ini. Istana-istana mendorong para
sarjana dan sastrawan untuk mendapatkan perlindungan dari satu istana ke istana
lain.
5. Periode
Kelima (1086-1248 M)
Pada periode
ini Spanyol Islam meskipun masih terpecah dalam beberapa negara, tetapi
terdapat satu kekuatan yang dominan, yaitu kekuasaan dinasti Murabithun
(1086-1143 M) dan dinasti Muwahhidun (1146-1235 M). Dinasti Murabithun pada
mulanya adalah sebuah gerakan agama yang didirikan oleh Yusuf ibn Tasyfin di
Afrika Utara. Pada tahun 1062 M ia berhasil mendirikan sebuah kerajaan yang
berpusat di Marakesy. Pada masa dinasti Murabithun, Saragosa jatuh ke tangan
Kristen, tepatnya tahun 1118 M.
Dinasti
Muwahhidun didirikan oleh Muhammad ibn Tumazi (w.1128). Dinasti ini datang ke
Spanyol di bawah pimpinan Abd al-Mun’im. Pada tahun 1212 M, tentara Kristen
memperoleh kemenangan besar di Las Navas de Tolesa. Kekalahan-kekalahan yang
dialami Muwahhhidun menyebabkan penguasanya memilih meninggalkan Spanyol dan
kembali ke Afrika Utara pada tahun 1235 M. Tahun 1238 M Cordova jatuh ke tangan
penguasa Kristen dan Seville jatuh pada tahun 1248 M. Seluruh Spanyol kecuali
Granada lepas dari kekuasaan Islam.
6. Periode
Keenam (1248-1492 M)
Pada Periode
ini, Islam hanya berkuasa di daerah Granada, di bawah dinasti Bani Ahmar
(1232-1492). Peradaban kembali mengalami kemajuan seperti di zaman Abdurrahman
An-Nasir. Kekuasaan Islam yang merupakan pertahanan terakhir di Spanyol ini
berakhir karena perselisihan orang-orang istana dalam perebutan kekuasaan. Abu
Abdullah Muhammad merasa tidak senang kepada ayahnya karena menunjuk
anaknya yang lain sebagai penggantinya menjadi raja. Dia memberontak dan
berusaha merampas kekuasaannya. Dalam pemberontakan itu, ayahnya terbunuh dan
digantikan oleh Muhammad ibn Sa’ad. Abu Abdullah kemudian meminta bantuan
kepada Ferdinand dan Isabella untuk menjatuhkannya. Dua penguasa Kristen ini
dapat mengalahkan penguasa yang sah dan Abu Abdullah naik tahta. Tentu saja,
Ferdinand dan Isabella yang mempersatukan kedua kerajaan besar Kristen melalui
perkawinan itu tidak cukup puas. Keduanya ingin merebut kekuasaan terakhir umat
Islam di Spanyol. Abu Abdullah tidak kuasa menahan serangan-serangan orang
Kristen tersebut dan pada akhirnya mengaku kalah. Ia menyerahkan kekuasaan
kepada Ferdinand dan Isabella, kemudian hijrah ke Afrika Utara. Dengan demikian
berakhirlah kekuasaan Islam di Spanyol tahun 1492 M. Umat Islam setelah itu
dihadapkan kepada dua pilihan, masuk Kristen atau pergi meninggalkan Spanyol.
Pada tahun 1609 M, boleh dikatakan tidak ada lagi umat Islam di daerah ini.
·
Kesimpulan
Bani Umayyah
masuk ke Eropa pada tahun 93 H (711 M). Pada
masa bani Umayyah juga islam banyak
mengalami pasangsurut kejayaan. Mulai dari penguasaan sampai keilmuan pernah
dikiasai oleh umat islam. Tidak janrang tokoh-tokoh banyak bermunculan
dikalangan umat islam pada saat itu. Banyak juga masjid dan pusat pendidikan
dibangun pada saat itu. Keilmuan yang
dimiliki oleh umat islam pun tidak hanya ilmu keislaman saja, tetapi ilmu
duniawi pun di kuasaai olen umat islam. Diantaranya ialah kemajuan Intelektual,
Filsafat, Sains, Fiqh, Kesenian, Sastra, dan Budaya. Dan tidak diragukan juga
pada masa itu islam menjadi pusat perhatian duni.
Tetapi, itu hanya berlangsung sekitar 7,5 abad
atau kurang lebih 781 tahun, Banyak
permasalahahan yang dialami oleh umat islam pada saat itu. Banyak faktor yang
mempengaruhi runtuhnya peradaban bani Umayyah, diantaranya ialah Konflik umat
islam dengan kaum nasrani, Tidak adanya ideologi pemersatu, Kesulitan ekonomi,
Tidak jelasnya sistem peralihan kekuasaan, Keterpencilan, dan pengarun
peradaban umat islam di Eropa. Permasalaha-permasalahan itu terjadi sekitar
tahun 1013-1086M, pada tahun itu orang-orang Nasrani inisiatif umntuk melakukan
penyerangan kepada kaum muslimin. Pada tahun 1086-1248M umat islam yang
dipimpin oleh Abd al-Mun’im pun banyak mengalami kekalahan dari kaum nasrani.
Dan tidak sedikit umast islam yang memilih untuk meninggalkan Spanyol. Dan pada
tahun 1248-1492H umat islam benar-benar mengalami kekalahan olah kaum nasrani,
dan hampir tidak tampak lagi umat islam di dataran Spanyol, karena dihadapkan
oleh 2 (dua) pilihan, yaitu masuk Kristen atau pergi meninggalkan Spanyol.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Al-Usayri, Sejarah Islam,
Jakarta: Akbar, 2004
Ahmad Salabi, Mausu’ah al Tarikh
wa al Hadlarah al Islamiyah, Kairo: Al-Maktabah al Misriyah, 1982
Badri yatim, Sejarah Peradaban
Islam, Jakarta: PT Gravindo Persada, 2003.
Jaih Mubarok, Sejarah Peradaban
Islam, Bandung : Pustaka Bani Quraisy, 2004
Jurji Zaidan, Tarikh al-Tamaddun
al-Islami, juz III, Kairo: Dara l-Hilal, tt
K. Bertens, Ringkasan Sejarah
Filsafat, Yogyakarta: Kanisius, 1986
Lutfi abd al-Badi, al-Islam fi
Isbaniya, Kairo: Maktabah al-Nahdhah al-Mishriyyah, 1969
Masjid fakhri, Sejarah Filsafat
Islam, Jakarta: Pustaka jaya, 1986
Mehdi Nakosteen, Kontribusi Islam
atas Dunia Intelektual Barat, Surabaya: Risalah Gusti, 1996
Mustafa as Siba’i, Kebangkitan
Kebudayaan Islam, terj. Nabhan Husein, Jakarta: Media Dakwah, 1987.
Mustafa As-Siba’i, Peradaban
Islam Dulu, Kini dan Esok, Jakarta: Gema Insani Press, 1993
Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam
Klasik Jakarta: Penada Media, 2003.
Philip K. Hitti, History of the
Arab, London: Macmillan Press, 1970
Siti Maryam, dkk, Sejarah
Peradaban Islam Dari Masa Klasik Hingga Modern, Yogyakarta: Lesfi, 2004
S.I. Poeradisastra, Sumbangan
Islam kepada Ilmu dan Peradaban Modern Jakarta: P3M, 1986.
Zainal Abidin Ahmad, Riwayat
Hidup Ibn Rusyd, Jakarta: Bulan Bintang: 1975
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih atas kritik dan sarannya.